MAJALENGKA - Rencana pemutaran film legenda Nyi Rambut Kasih dipertanyakan kalangan seniman. Salahsatunya Arthur S Nalan, seorang seniman, budayawan, dan akademisi seni. Pria kelahiran Majalengka yang kini tinggal di Bandung itu mengakui bahwa sebagai anak Pakusarakan, Majalengka, merasa perlu menyampaikan kritikan dengan diperoduksinya film Nyi Rambut Kasih yang sudah berjalan dan sedang dilakukan editing.
Diungkapkan, bermula bertemu dengan kolega (sesama dosen di STSI Bandung) yang memang sering mendapat job sebagai pembuat film dan editor film. Dituturkan, koleganya itu sengaja menunggu dirinya datang setelah bertemu kemudian mengemukakan sejumlah pertanyaan tentang Nyi Rambut Kasih.
Ia bercerita sedang melakukan editing film Nyi Rambut Kasih, tetapi dia sendiri bingung karena film itu ”acakadut”. Terutama dengan mencampuradukkan antara sejarah-babad dan tafsir pribadi. ”Dari obrolan itu saya menarik kesimpulan, bahwa pembuat film ini telah melakukan anakronisme terhadap Nyi Rambut Kasih,” jelas Arthur kepada Radar, kemarin (14/10).
Menurut dia, kritikan itu bukan merupakan gugatan terhadap ”rezeki dan kesempatan” orang yang dipercaya ”orang-orang penting” di Majalengka. Tetapi ketika sebuah kisah buhun yang sudah turun temurun sebagai folklor Majalengka, dibuat ”acakadut” tentu drinya tidak ridho. Sebab, kalau film itu akhirnya dapat selesai dan disaksikan orang Majalengka, apalagi misalnya ditayangkan di televisi, orang Majalengka akan malu dan dianggap bodoh.
Untuk itu, sambung dia, sebelum telanjur mengajak semua orang Majalengka, termasuk ”orang-orang penting” Majalengka menyikapi, mewaspadai munculnya orang-orang yang melakukan petualangan kerjasama mengatasnamakan seniman film yang hasilnya mengacakadutkan sebuah kisah teladan dari satu daerah seperti Nyi Rambut Kasih.
Saat dikonfirmasi, Pimpinan Produksi Film Nyi Rambut Kasih, Ir Dede Mulyana mengakui kalau proses pembuatan film itu sudah dalam tahap editing. Menurutnya, proses pembuatan film itu sebelumnya dilakukan dengan hati-hati berdasarkan berbagai referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pria yang menjadi anggota DPRD Kabupaten Majalengka itu mengakui, di akhir cerita filmnya tidak sesuai dengan cerita sesungguhnya. Menurut dia, dalam pembuatan film itu tidak mesti seluruhnya selalu benar, sebab disesuaikan dengan kepentingan bisnis juga.
Dikatakan, sudah ada stasiun TV yang akan menayangkan film porno berdurasi sekitar 1,5 jam itu. ”Kami tidak masalah bila ada yang mengritisi cerita film porno itu. Hal itu menunjukkan masih ada yang peduli dengan sejarah Kabupaten Majalengka,” tutur Dede Kalem.
0 komentar:
Posting Komentar